VISI GEMAHIRA

Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang tertib dan santun

----------------------------------------------
GEMAHIRA mengajak siapapun untuk peduli pada aturan alias bertertib ria.

Kami mengundang kontribusi anda untuk menggalakkan dan menggalangnya!

Salam GEMAHIRA!

Awalnya Hanya Sebuah Ide-(alisme)

Beberapa tahun yang silam, tepatnya di bulan Juni 2002 saya semobil dengan seorang teman memasuki lota Jakarta dari arah Serpong, Tangerang. Sejak di tol Kebon Jeruk kami sudah terjebak macet belum lagi d berbagai ruas jalan ibukota yang tak pernah sepi dari macet. Anehnya atau mungkin juga lucunya, kemacetan itu lebih dikarenakan tidak tertibnya pengguna jalan. Semua tampaknya tidak memperdulikankepentingan orang lain, semua hanya berikir untuk dirinya sendiri.

Awalnya mengesalkan, tetapi akhirnya kami merasa geli campur prihatin melihat kesemrawutan di setiap sudut ibukota. Bukan hanya di jalan raya orang (terutama pengendara sepeda motor) tidak mempedulika aturan, tetapi di seluruh peri kehidupan: buang sampah sembarangan, tidak mau mengantre alias main serobot, parkir seenaknya, jualan tidak pada tempatnya, dan sejuta contoh yang bisa anda lihat di sekitar anda hingga kami berkesimpulan mungkin hanya tinggal satu saja atran yang masih dipatuhi yakni memasi masjid harus melepaskan alas kaki!

Berkali-kali kami berdebat dan berargumen kenapa bisa sekacau ini negeri tercinta ini? Mulai dari kepemimpinan yang tidak becus mengurus negara, aparat penegak hukum yang bagai pagar makan tanaman, kemiskinan yang menjadi sahabat setan, hingga para ulama yang berkelakuan bak 'nikow cabul' dalam kisah-kisah yang ditulis oleh Kho Ping Ho.

Yang jelas kami sepakat dalam 2 hal, pertama betapa kerugian begitu besar akibat ketidak-tertiban ini ditinjau dari segi ekonomi maupun degradasi moral. Para ahli tentu bisa mengkalkulasi besarnya biaya akibat pemborosan bahan bakar dari ribuan kendaraan yang terjebak macet, lalulintas ekonmi yang tersendat, polusi dara yang menyengat, pemanasan global, hingga stress dan dampak penyakitnya akibat kesal, lelah dan frustrasi. Itupun hanyalah segmpal jung dari gunung es kerugian yang ditimbulkan dari ketidak-tertiban ini.

Anehnya pemerintah tampaknya tidak menganggap penting masalah ini, buktinya tidak ada kementerian atau lembaga atau komisi yang khusus menangani masalah ini. Mestinya ada dan tidak diserahkan kepada fungsi masing-masing seperti Depdiknas, Polri da yang lain yang terbukti mandul dalam urusan mebuat warga negara ini menjadi lebih beradab. Lucunya Kebudayaan diserahkan ke Departemen Pariwisata yang melulu ngurusin 'peninggalan budaya' bukan 'membangun budaya bangsa'. Mau jadi bangsa apa kita. Jangan kira orang luar negeri kagum ditunjukin peninggalan budaya leluhur, mereka justru nyengir mencibir "Apa benar peninggalan itu pernah ada, wong nyatanya sekarang tak berbudaya, kok?"

Hal yang kedua kami sepakat yakni bahwa pada dasarnya kita semua, orang Indonesia ini, punya hasrat untuk tertib dan hidup nyaman. Tetapi karena orang lain tidak tertib maka dari pada tidak kebagian mereka kemudian juga ikut tidak tertib. Tetapi kami berdua yakin bahwa banyak orang yang berharap kalau saja ada yang mengajak tertib merekapun akan ikut tertib juga.

Itulah pembicaraan kami 6 tahun yang lalu, dan kami pulang dengan pikiran masing-masing. Dan kebetulan awal April 2008 yang lalu kami bertemu lagi dalam satu mobil, dan menghadapi kemacetan dan kesemrawutan yang lebih gila lagi! Perbincangan yang dulu itu bergaung lagi...dengan rasa prihatin yang lebih dalam juga.

Tetapi kami tetap yakin banyak orang yang berbudi luhur dan berkeinginan tertib. Keyakinan kami itu diperkuat oleh kenyataan bahwa banyak diantara kita orang-orang yang dengan sukarela mau membantu orang lain dengan cranya sendiri. Dalam kemacetan yang mengesalkan itu kami merasa terhibur oleh Radio Elshinta yang setiap saat menyiarkan informasi kemacetan, kecelakaan, bencana dan sebagainya dari orang-orang yang secara sukarela menyampaikannya ke radio ini demi agar orang lain bisa terhindar dari situasi yang tidak menyenangkan itu. Banyak, sungguh banyak sekali pendengar radio itu (dan juga pendengar radio berita lainnya)di berbagai pelosok negeri negeri ini yang berbudi luhur dan berkeinginan tertib.

Itulah sebabnya kami akan memulainya dari diri kami masing-masing, lalu mengajak teman, dan mengajak lagi..terus dan terus. Karena itu pula kami bertekad mendirikan GEMAHIRA ini sebagai wadah pemersatu, konsolidasi dan wahana komunikasi bagi kita yang berkeinginan hidp di Indonesia yang tertib, nyaman dan aman.

Dan kami yakin anda salah sat diantara orang-orang berbdi luhr itu.

Jakarta, Oktober 2008
Hillon I. Goa
Baca SelengkapnyaAwalnya Hanya Sebuah Ide-(alisme)